Klaim nama Aswaja (Ahl-Sunnah Wal jama’ah)
diperebutkan oleh beberapa kelompok dan semua mengakui bahwa dirinya
adalah penganut paham Aswaja. Tidak Jarang klaim tersebut hanya untuk
kepentingan sesaat. Jadi Apakah sebenarnya yang dimaksud Aswaja itu?
Bagaimana terhadap klaim tersebut?
Jawab :
Aswaja merupakan singkatan dari Ahlusunnah Wal Jama’ah. Ada 3 suku kata yang membentuknya, yaitu:
- Ahlun bermakna:
- Keluarga (Ahlul bayt, keluarga rumah tangga)
- Pengikut (Ahlussunnah, pengikut sunnah)
- Penduduk (Ahlul Jannah, penduduk surga)
- As-Sunnah dalam kitab Risalah Ahl al-Sunnah Wal al-Jama’ah karya Hadrotus Syaikh K.H Hasyim Asy’ari[1] :
اَلسُّنَةُ
لُغَةً اَلطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةٍ، وَشَرْعًا اِسْمٌ
لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ
هُوَ عَلِمَ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ، وَعُرْفًا مَا وَاظَبَ عَلَيْهِ مُقْتَدِى
نَبِيًّا كَانَ أَوْ وَلِيًّا، وَالسُّنِّي مَنْسُوْبٌ إِلى السُّنَّةِ اهـ
(حضرة الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة ,ص٥).
- Menurut lughowi (bahasa): Jejak dan langkah walaupun tidak diridhai Allah SWT
- Secara syar’i: Jejak yang diridhai Allah SWT dan menjadi pijakan dalam agama, yang pernah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau orang yang menjadi panutan dalam agama seperti sahabat
- Secara ‘urfi (tradisi): Ajaran yang dilalui oleh seorang panutan dalam agama, seperti nabi atau wali. (Risalah Ahl al-Sunnah Wal al-Jama’ah hal. 5)
- Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani[2] Makna: al-Jama’ah:
وَالْـجَمَاعَةُ
مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فىِ خِلَافَةِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ الْـخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ
(الغنية لطالبي طريق الحق, ج ١ ص٨٠)
"Al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang
telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi r pada masa Khulafaur
Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah oleh Allah SWT
(Mudah-mudahan Allah memberi Rahmat kepada mereka semua)". (al-Gunyah li Thalibi Thariq al-haqq, juz 1 hal. 80)
Makna al-Jama’ah: menjaga kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas, kebalikan dari kata al-furqah (golongan yang berpecah belah).
Dikatakan al-jama’ah, karena golongan ini
selalu memelihara kekompakan, kebersamaan dan kolektifitas terhadap
sesama. Meskipun terjadi perbedaan pandangan dikalangan sesama mereka,
perbedaan tersebut tidak sampai mengkafirkan, membid’ahkan dan
memfasikkan orang yang berbeda diantara sesama ahlussunnah wal jamaah.
أمَّا
اَهْلُ السُّنَّةِ فَهُمْ أَهْلُ التَّفْسِيْرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ
فَإِنَّهُمْ الْمُهْتَدُوْنَ الْمَتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ
وَهُمُ الطَّائِفَةُ النَّاجِيَةُ. قَالُوا وَقَدْ اجتَمَعَتِ الْيَوْمَ
فيِ مَذَاهِبِ أَرْبَعَةٍ الْحَنَفِيُّوْنَ وَالشَّافِعِيُّوْنَ
وَالْمَالِكِيُّوْنَ وَالْحَنْبَلِيُّوْنَ. (زيادات تعليقات, ص ٢٣-٢٤)
- Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqh. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat yaitu Madzab Hanafi,[3] Syafi’i,[4] Maliki,[5] dan Hanbali.[6]” (Ziyadat Ta’liqat hal. 23-24)
Kemudian definisi lain dijelaskan oleh Syaikh Abi al-Fadhl bin ‘Abdusyyakur[7] dalam kitabnya al-Kawakib al-Lamma’ah :
اَهْلُ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ لِلَّذِيْنَ لَازَمُوْا سُنَّةَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَطَرِيْقَةَ الصَّحَابَةِ فِى
الْعَقَائِدِ الدِّنِيَّةِ وَالْأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ وَالْأَخْلاَقِ
اْلقَلْبِيَّةِ (الكواكب اللماعة, ص ٨)
“Yang disebut Ahl al-Sunnah Wal al-Jama’ah adalah
orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi SAW dan jalan para
sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyyah serta
akhlaq hati”. (al-Kawakib al-Lamma’ah, hal. 8)
Paham Ahlussunnah wa al-Jama'ah mencakup
aspek aqidah, syari'ah dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan
ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan dalam Islam.
Didasarkan pada manhaj (pola pemikiran) Asy'ariyah[8] dan Maturidiyah[9]
dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh
(Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali), dan bidang tasawuf menganut
manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim al-Junaidi al-Baghdadi.[10]
وَمِنْهَا
جَاءَ فِيْ رِوَايَةٍ أُخْرَى أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سُئِلَ عَنِ الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَقَالَ: الْجَمَاعَةُ، وَهَذِهِ
صِفَةٌ مُخْتَصَّةٌ بِنَا، لِأَنَّ جَمِيْعَ الْخَاصِّ وَالْعَامِّ مِنْ
أَهْلِ الْفِرَقِ الْمُخْتَلِفَةِ يُسَمُّوْنَهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ
وَالْجَمَاعَةِ، وَكَيْفَ يَتَنَاوَلُ هَذَا اْلاِسْمُ الْخَوَارِجَ وَهُمْ
لاَ يَرَوْنَ الْجَمَاعَةَ، وَالرَّوَافِضَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ
الْجَمَاعَةَ، وَالْمُعْتَزِلَةَ وَهُمْ لاَ يَرَوْنَ صِحَّةَ
اْلإِجْمَاعِ، وَكَيْفَ تَلِيْقُ بِهِمْ هَذِهِ الصِّفَةُ الَّتِيْ
ذَكَرَهَا الرَّسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ اهـ.
(الإمام أبو المظفر الاسفراييني، التبصير في الدين، ص١٨٥-١٨٦).
“Di antara ciri khas Ahlussunnah Wal-Jama'ah, adalah diterangkan dalam riwayat lain, bahwa Nabi SAW
pernah ditanya tentang kelompok yang selamat, lalu beliau menjawab:
"Kelompok yang selamat adalah al-jama'ah". Ini adalah identitas yang
khusus pada kami (madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi), karena semua
orang yang alim dan yang awam dari berbagai golongan, menamakan mereka
dengan nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Khawarij, bukan ASWAJA karena
mereka tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan. Rafidhah
(Syiah), bukan ASWAJA karena mereka juga tidak berpandangan perlunya
menjaga kebersamaan. Mu'tazilah bukan ASWAJA, karena mereka tidak
mengakui kebenaran ijma' sebagai dalil. Sifat kolektifitas yang
disebutkan oleh Rasul SAW ini tidak layak bagi mereka.” (al-Tabshir Fi al-Addin, hal. 185-186)
Adapun kelompok yang mengkalim bahwa
dirinya berfaham Ahl al-Sunnah Wal al-Jama’ah maka mereka harus
benar-benar mengamalkan sunnah Rasulllah SAW dan sahabatnya dalam
praktik keseharian. Abu Sa’id al-Khadimi berkata :
(فَإِنْ
قِيْلَ) كُلُّ فِرْقَةٍ تَدَّعِيْ أَنَّهَا أَهْلُ السُّنُّةِ
وَاْلجَمَاعَةِ (قُلْنَا ذَلِكَ لَايَكُوْنُ بِالدَّعْوَيْ بَلْ
بِتَطْبِيْقِ الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ وَذَلِكَ بِالنِّسْبَةِ إِلَى
زَمَانِنَا إِنَّمَا يُمْكِنُ بِمُطَابَقَةِ صِحَاحِ الأَحَادِثِ كَكُتُبِ
الشَّيْخَيْنِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الْكُتُبِ الَّتِيْ أُجْمِعَ عَلَى
وَثَاقَتِهِنَّ). (البرقة شرح الطريقة , ص ١١١-١١٢)
“(Jika ada yang bertanya) semua
kelompok mengaku dirinya sebagai golongan Ahl al-Sunnah Wal Jama’ah.
Jawaban kami adalah : bahwa Ahl al-Sunnah Wal Jama’ah itu bukan hanya
klaim nama semata tetapi harus diwujudkan dalam perbuatan dan ucapan.
Pada zaman kita sekarang ini, perwujudan itu dapat dilihat denga
mengikuti apa yang tertera dalam Hadist-hadist yang shahih. Seperti
Shahih al-Bukhori, Shahih Muslim dan kitab-kitab lainnya yang telah
disepakati validasinya.” (Al-Bariqah Syarh al-Thariqah, hal 111-112)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
dirumuskan bahwa Ahl al-Sunnah Wal Jama’ah merupakan ajaran yang sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Semua itu tidak bisa hanya sebatas klaim semata, namun harus
dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari[11]
[1]
Beliau Hadrotus syaikh K.H Hasyim Asy’ari adalah pendiri Jam’iyyah
Nahdlatul Ulama (NU) bersama kiyai-kiyai pesantren di Nusantara
[2] Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani merupakan sufi besar yang wafat tahun 561 H
[3]Madzhab ini dipelopori oleh Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit. Lahir di Kuffah tahun 80 H dan wafat di Baghdad tahun 150 H.
[4]Madzhab
ini dipelopori oleh Muhammad bin Idris al-Syafi’i. Mayoritas ahli
sejarah sepakat bahwa beliau lahir tahun 150 H dan meninggal dunia di
Cairo tahun 204 H.
[5]Madzhab
ini dipelopori oleh Imam Malik bin Anas bin Malik. Para sejarawan
berselisih tentang kelahiran imam Malik, namun mereka sepakat beliau
lahir di Madinah tahun 93 H. Wafat di Madinah tahun 179 H
[6] Madzhab ini didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Lahir di Baghdad 163 H dan wafat tahun 241 H.
[7] Syaikh Abi al-Fadhl bin ‘Abdusyyakur adalah ulama’ dari Desa Senori, kecamatan Bangilan. Kitab al-Kawakib al-Lamma’ah fi tahqiqi al-Musamma bi Ahli al-Sunnah Wal Jam’ah
diajukan saat mu’tamar Nahdlatul Ulama ke-23 di Solo, Jawa Tengah.
Kemudian ditetapkan tashihnya di Denanyar Jombang akhir tahun 1383
H/Pertengahan Mei 1964 M. Hadir di majlis tersebut K.H Bishri Syansuri,
Ust. ‘Adlan ‘Ali. K.H Cholil, K.H Manshur Anwar. Beliau semua adalah
pembesar ulama’-ulama’ Jombang. K.H Abdul Jalil Humaid Kudus sebagai
sekertaris II tinggi NU (Muqaddimah kitab al-Kawakib al-Lamma’ah).
[8] Manhaj ini dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dilahirkan di kota Basrah 260 H/874 M dan wafat di tahun 330 H/ 947 H.
[9]
Manhaj ini dipelopori oleh Imam Abu Mansur al-Maturidi. Tak ada data
yang sejarah yang menginformasikan kelahirannya, namun diduga kuat lahir
pada masa Khalifah al-Mutawakkil (205-247 H/ 820-861).
[10] Tim PWNU JawaTimur, Aswaja An-Nahdliyyah, (Surabaya : Khalista, cet. 1, 2007).
[11] Abdusshomad, Muhyiddin, Fiqih Tradisional, (Surabaya : Khalista, cet. 7,2008).
Sumber : http://www.kmnu.or.id/
Sumber : http://www.kmnu.or.id/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar